Sabtu, 06 Juli 2013

ASKEP LIMFE EDEMA


ASKEP LIMFE EDEMA

logo

 

 Nama Kelompok Kelas III.B :

1.      Baiq Fitrihan Rukmana

2.      Ade Rifky Ardyansah

3.      Hendi Utama Arya Wijaya

4.      Landri Lilita

5.      Ni Putu Sasmi Larasati

6.      Rauhul Jannah

7.      Septia Pritayani

 

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

TAHUN AJARAN 2012/2013

 

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat-Nya yang telah diberikan pada kami, sehingga makalah “Askep Limfe Edema” ini dapat disusun dengan cermat dan dapat diselesaikan pada waktunya. Tidak lupa pula, dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih pada teman-teman yang membantu penyusunan makalah ini dan terutama kami ucapkan terima kasih pada dosen fasilitator yang telah memberikan kami waktu untuk menyelesaikan makalah ini agar persentasi dapat dilakukan dengan optimal nantinya.

            Kami penyusun, menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak jauh dari kesalahan serta kekurangan, dan kami akan berusaha memperbaikinya untuk proses pembelajaran kami. Dan tentunya, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, agar kami dapat memperbaiki kekurangan dan dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.

            Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menunjang kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran.

 

Mataram ,17 November 2012

 

 

                                                                                                           Penyusun

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

 

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Limfa (bukan limpa) berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.

Limfangitis akut mempengaruhi anggota penting dari sistem kekebalan tubuh-sistem limfatik. Limbah bahan-bahan dari hampir setiap organ dalam tubuh mengalir ke pembuluh limfatik dan akan disaring dalam organ kecil yang disebut kelenjar getah bening. Benda asing, seperti bakteri atau virus, diproses dalam kelenjar getah bening untuk menghasilkan respon imun untuk melawan infeksi.

Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit kuno.

Lymphedema terdiri dari dua kata yaitu Lymph (limfe) atau cairan getah bening dan Edema atau sembab. Limfe adalah cairan tubuh yang mengalir di dalam pembuluh limfe dan terdapat di seluruh bagian tubuh. Jika darah membawa makanan, maka limfe mengandung limfosit yang berguna untuk memerangi penyakit seperti infeksi dan kanker.

Elephantiasis/filariasis merupakan suatu infeksi parasit yang menyerang pembuluh limfe, sehingga terjadi pembesaran satu atau lebih anggota gerak yang diserangnya. (Christine Brooker, 2001)

 

 

 

 

 

 

B.   Tujuan

a) Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah “Keperawatan Kardiovaskular” dengan bahan ajar “Asuhan Keperawatan pada Klien Limfe Edema”.

b) Tujuan Khusus

ü  Untuk mengetahui konsep dasar dari limfe edema seperti :

1.  Definisi

2.  Etiologi

3.  Pathofisiologi

4.  Penatalaksanaan

5.  Komplikasi

6.  Pemeriksaan diagnostic

ü  Untuk mengetahui proses keperawatan pada limfe edema

C.    Rumusan masalah

1.      Apa definisi dari limfa edema.

2.      Apa saja penyebab dari limfa edema.

3.      Bagaimana pathofisiolgi dari limfa edema.

4.      Bagaimana penatalaksanaan dari limfa edema.

5.      Apa saja kompikasi dari limfa edema.

6.      Apa saja pemeriksaan diagnostik dari limfa edema.

D.    Manfaat

Dengan penyusunan makalah ini kita bias mengetahui konsep dasar dari limfa edema, sehingga nantinya pada saat memberikan asuhan keperawatan pada klien kita bias memberikan secara baik dan benar sesuai dengan pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio-kultural-spritual.

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

LIMFEDEMA

1)  Definisi

Limfedema disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik.

Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut terkena, limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan disertai ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi sekunder dalam setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami obstruksi. (schoen, 2009)

 

2)   Penyebab

Linfedema yaitu pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran cairan getah bening kembali kedalam darah. Pada umumnya dikenal dua bentuk limfaedema, yakni yang kongenital dan yang didapat. Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi akibat tidak terbentuknya atau terlalu sedikitnya pembuluh getah bening, sehingga tidak dapat mngendalikan seluruh getah bening. Kelainan ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jatang pada lengan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan .Kasus yang lebih banyak ditemukan adalah limfadema sekunder / yang didapat. Biasanya kelainan ini merupakan akibat dari:

ü  Pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening, sehingga terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit tropis filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan cacing dewasa yang terjadi pada infeksi itu juga menyebabkan penyumbatan pembuluh dan kelenjar limfe.

ü  Trauma bedah dan radiasi terutama setelah pengobatan kanker. Contohnya pada kanker payudara di mana bisa terjadi penyebaran sel sel kanker ke pumbuluh getah bening dan kelenjar getah bening sehingga harus diangkat atau di sinari dengan radiasi. Bila hal ini terjadi maka bisa terjadi gangguan pada aliran limfe sehingga menimbulkan penumpukan cairan (edema / bengkak)

ü  Trauma akibat lainnya misalnya kecelakaan

ü  Peradangan atau infeksi yang lain. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan sellitis (infeksi jaringan bawah kulit) atau limfangitis (radang saluran limfe) yang berulang. Dapat terjadi dengan atau suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah yang makin melebar, akhirnya sebagian tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut bengkak dan nyeri pada perabaan.

ü  Bisa juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal ginjal, yang menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang berlebihan.

3)   Gejala

Limfedema paling sring terjadi di tungkai, namun dapat mengenai bagian tubuh yang lain seperti leher dan lengan. Pada limfedema kongenital, pembengkakan dimulai secara bertahap pada salah satu atau kedua tungkai. Pertanda awal dari limfedema bisa berupa bengak di kaki, yang menyebabkab sepatu terasa sempit pada waktu sore. Pada stadium awal, pembengkakan akan hilang jika tungkai di angkat. Lama-lama pembengkakan tampak lebih jelas dan makin kearah atas tidak menghilang secara sempurna meskipun setelah beristirahat semalaman.

Pada limfedema yang didapat kulit tampak sehat tapi mengalami pembengkakan. Penekanan pada daerah yang membengkak tidak meninggalkan lekukan. Pada kasus yang jarang, lengan maupun tungkai yang membengkak tampak sangat besar dan kulitnya tebal serta berlipat-lipat, sehingga hampir menyerupai kulit gajah (elefantiasis).

Bila sudah terjdi lifedema yang sebegitu parahnya, tentu saja menyebabkan gangguan dalam fungsi maupun secara estetika. Selain itu kulit dari bagian yang membengkak juga rentan mengalami trauma atau infeksi berulang (selulitis) sehingga dapat memperberat kelainan yang sudah terjadi.

Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan selulitis atau limfangitis yang berulang. Dapat terjadi dengan atau tanpa suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah yang makin hari makin melebar, akhirnya sebagian besar tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut membengkakdan nyeri pada perabaan.

 

4)   Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul, hal apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada pencarian penyebab.

Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai dengan pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan di dalamnya.

Selain itu ada pemeriksaan penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan memasukan zat kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen. Nantinya bisa dilihat pembuluh mana yang tersumbat.

ü  Pemeriksaan diagnostic

ü  Pemeriksaan darah lengkap

ü  Foto rontgen

ü  Hitung darah lengkap.

ü  Foto rontgen.

ü  Serologi.

ü  Uji kulit.

ü  Limfangiografi

 

5)   Terapi

Limfedema tidak ada obatnya. Pada limfadema ringan, untuk mengurangi pembengkakan bisa menggunakan perban kompresi. Pada limfedema yang lebih berat, untuk mengurangi pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikan efek penekanan tertentu) selama 1-2 jam perhari. Jika pembengkakan berkurang untuk mengendalikan pembengkakan, penderita harus menggunakan stoking elastis setinggi lutut setiap hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur malam hari. Pada limfadema di lengan, untuk mengurangi pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikanb efek penekanan tertentu) setiap hari. Pada elefantiasis atau limfedema yang sangat berat mungkin perlu dilakukan pembedahan ekstensif untuk mengangkat sebagian besar jaringan yang membengkak

Tindakan itu adalah cara yang efektif walau memang hasilnya tidak selalu memuaskan, apalagi dari segi estetika. Efektif karena memang perlu dilakukan adalah membuang kelenjar dan pembbuluh yang menggalami pembengkakan maka limfadema pun akan hilang. Namun harus tetap diperhatikan bahwa operasi jangan sampai mengenai jaringan atau organ penting lain di sekitarnya. Selain itu juga perlu di pastikan bahwa pasca operasi tidak malah terjadi gangguan aliran limfe kembali.

Dari sisi estetika, walau bengkak sudah teratasi tapi memang meninggalkan bekas yang tidak menyenangkan. Baik itu akibat tindakan bedah (bekas jahitan) ataupun dari kelainannya sendiri. Limfedema yang parah biasanya terjadi pada area tubuh yang luas sehingga tindakan operasi pun harus dilakukan sayatan yang cukup .panjang sehingga menyisakan luka bekas operasi yang cukup jelas. Selain itu kulit yang tadinya mengalami limfedema biasanya akan lbih menebal, warna kulit lebih gelap dan menjadi kering atau kasar. Belum lagi kalo pasien memiliki bakat keloid pada luka bekas operasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 

 

a)    Pengkajian

1.  Anamnesa

Keluhan yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum maupun terlokalisir.

2.  Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien dengan limfedema meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif, dan prilaku klien mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyrakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

 

3.    Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik disini dilakukan secara  per-sistem yaitu dari B1-B6.

ü  B1 (Breathing)

Inspeksi : Dispnea pada kerja atau istirahat, batuk kering (non-produktif). Terjadi distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.

ü  B2 (Blood)

Inspeksi: Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang). Takikardia, disrutmia. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

ü  B3 (Brain)

Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sakral. Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vetebral, keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal).

ü  B4 (Bladder)

Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).

ü  B5 (Bowel)

Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet, pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal).

ü  B6 (Bone)

Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

b) Diagnosa Keperawatan

Diagnose mungkin muncul pada klien limfedema yaitu:

1.     Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer.

2.     Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot

3.     Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis

4.     Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

c) Intervensi Keperawatan

Dx I : Resiko tinggi terhadap  infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer.
Tujuan : Dalam waktu…x 24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil : individu mengenal factor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau mengurangi factor infeksi.
Intervensi
Rasional
Pantau tanda vital khususnya selama awal terapi
Selama periode waktu ini, potensial komplikasi dapat terjadi.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan).
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
Pertahankan perawatan luka aseptic, jika terjadi luka dengan balutan kering
Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retrograt, menyerap kontaminan eksternal.
Bantu drainase bila diindikasikan
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir

 

Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x24 jam,diharapakan nyeri yang dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klen tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi
Dorong pasien untuk menyatakan masalah
Menurunkan assietas atau takut dapat meningkatkan relaksasi atau kenyamanan
Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, berikan aktivitas senggang
Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi, misalnya narkotik, analgesic.
Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan

 

Dx III : Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
Tujuan: tidak terjadi gangguan integritas kulit
Criteria hasil: mencapai pemuluhan luka tepat waktu tanpa komplikasi
Intervensi
Rasional
Pantau tanda vital dengan sering, periksa luka dengan sering terhdap bengkak insisi berlebihan, inflamasi, drainase.
Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi, yang menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan luka atau dehisens
Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan adekuat
Membantu untuk mempertahankan volume sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi kebutuhan energy seluler untuk memudahkan proses regenerasi atau penyembuhan jaringan.
Inspeksi seluruh area kulit, adanya kemerahan, pembengkakan.
Kulit biasanya cendrung rusak karena perubahan sirkulasi perifer ketidakmampuan meraasakan tekanan,gangguan pengaturan suhu
Lakukan masasse dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak.
Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya ulserasi.
 
Dx IV : Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh pasien menjadi stabil, nyeri otot hilang.
Intervensi
Rasional
Kaji suhu tubuh pasien, bila diperlukan lakukan observasi ketat untuk mengetahui perubahan suhu  klien
R/ mengetahui peningkatan suhu tubuh,
Beri kompres hangat
R/ mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
.
R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh
Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antiperetik sesuai program.
R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

Kesimpulan

 

Limfedema adalah disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik. Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut terkena, limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan disertai ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi sekunder dalam setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami obstruksi. (schoen, 2009).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1)    Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta

2)    Brunner / Suddarth. ( 2000). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

3)    Diagnosa Nanda ( NIC dan NOC ) 2007-2008.

4)    Tulus Putra, Sukman dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar