1. PENGERTIAN MALARIA
Malaria adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium,
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit
berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai
kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati
dan ginjal.
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).
Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
.
2. ETIOLOGI
2. ETIOLOGI
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale. (Nelson, 1999)
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.
3. PATOGENESIS/
PATOFISIOLOGI
Terjadinya infeksi oleh
parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu
:
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam
eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah,
suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi
(congenital).
Patofisiologi malaria sangat
kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh
karena :
-Pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang
mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang
melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor
atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi
dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang
kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel
pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi
bendungan.
PATHWAY
NURSING
4. MANIFESTASI KLINIK
1. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai
12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi
selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit
pada tulang dan sendi.
2. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari
12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat
terjadi selama 2 miggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada
tulang dan sendi.
3. Plasmodium
malariae ( malaria kuartana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala
pertama tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala
tersebut kemudian akan
terulang kembali setiap 3 hari )
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit
pada tulang dan sendi
4. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya
mirip malaria tertiana :
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12
jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi
selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit
pada tulang dan sendi.
5. DATA
PENUNJANG
a. Laboratorium
Anemia pada malaria dapat
terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari
Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit,
penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses
imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada
sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi
hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi
dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik-bintik
basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai
trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.
b. Diagnosis
Diagnosis malaria sering
memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah
dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan
kuratip maupun preventip.
c. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah
tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan
diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka
diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat
dilakukan melalui :
1. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara
terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak
dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi
di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit
(diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan
negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000
kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal
dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka
hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
per mikro-liter darah.
2. Tetesan
preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan
sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah
eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit
> 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting
untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan
pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari
P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit,
tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat
khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan
metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 %
dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang
dikenal sebagai tes cepat (Rapid test)
.
c. Tes Serologi
c. Tes Serologi
Tes serologi mulai
diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent
antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa
hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi
atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi
baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes
serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation
techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat
peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan
sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah
parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai
sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan malaria dapat dilakukan dengan memberikan obat antimalari. Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1. kuinin (kina)
2. mepakrin
3. klorokuin, amodiakuin
4. proguanil, klorproguani
5. Primakuin
6. pirimetamin
7. sulfon dan sulfonamide
8. kuinolin methanol
9. antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
1 Skizontisida jaringan primer yang dapat
membunuh parasit stadium praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit
masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya
adalah proguanil, pirimetamin.
2 Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh
parasit siklus eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk
pengobatan radikal sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.
3 Skizontisida
darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan
penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan
supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium
gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk
gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau
proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4 Gametositosida
yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P. falcifarum.
Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies dan
kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P.
malariae dan P. Ovale
.5 Sporontosida yang dapat mencegah atau
menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk Anopheles. Obat – obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan
proguanil.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Bila anak panas dilakukan kompres dingin akan
terjadi pemindahan panas secara konduksi untuk menurunkan suhu tubuh anak.
2. Bila
anak tidur diberikan tirai atau tabir pada jendelanya untuk menghindari nyamuk
masuk dan menggigit anak.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan
kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO
didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut :
1. Malaria
serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan
keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah
<>respiratory distress.
3. Anemia
berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati
lainnya.
4. Gagal
ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB
pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl
5. Edema
paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik
<> C:8).°10
8.
Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10.
Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat
anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa
post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada
jaringan otak
.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA
Pengkajian
1. Aktivitas/
istirahat
- Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
- Tanda : Takikardi,
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
- Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
- Gejela : Diare
atau konstipasi; penurunan haluaran urine
- Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan
cairan
- Gejala : Anoreksia mual dan muntah
- Tanda : Penurunan
berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan
haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
- Gejala : Sakit
kepala, pusing dan pingsan.
- Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
- Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
- Gejala : Napas
pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/
pembelajaran
- Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang
timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler,
1999):
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
- Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
- Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
- Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
- Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnose
|
Tujuan
|
Rencana intervensi
|
Rasional
|
1
|
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
penurunan sistem tubuh
|
Ø Pantau
terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh
Ø Amati adanya
menggigil dan diaforosis
Ø Memantau tanda
- tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi.
Ø Berikan obat
anti infeksi
sesuai
petunjuk
Ø Dapatkan
spisemen darah
|
Ø Demam
disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda
tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi
jaringan.
Ø Menggigil
sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
Ø Dapat
menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari
organisme.
Ø Dapat
membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
Ø Identifikasi
terhadap penyebab jenis infeksi malaria
|
|
2.
|
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme
dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
|
Ø Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan
menggigil
Ø Pantau suhu
lingkungan
Ø Berikan
kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Ø Berikan
antipiretik
Ø Berikan
selimut pendingin
|
·
Hipertermi
menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan
diagnosis.
·
Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal
·
Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan
es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
·
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.
·
Digunakan untuk mengurangi demam dengan
hipertermi.
|
|
3.
|
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam
tubuh
|
Ø Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas
perawatan
Ø Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat
perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi
Ø Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer
Ø Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas.
Perhatikan dispnea berat
Ø Berikan cairan parenteral
|
ØMenurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen,
memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan
ØHipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang
menyerang darah.
ØPada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah
jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus,
penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer
ØPeningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap
efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi
dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan
pernafasan akut.
ØUntuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar
cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar